Bpr muliatama – Akhir-akhir ini, aplikasi belanja online asal Cina, Temu, menjadi topik hangat di Indonesia. Platform ini menawarkan beragam produk dengan harga yang sangat terjangkau. Namun keberadaannya dianggap mengancam Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) lokal. Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, menegaskan bahwa pemerintah melakukan penolakan aplikasi Temu beroperasi di Indonesia. Ia menjelaskan, kehadiran aplikasi ini berpotensi merusak ekosistem UMKM yang ada. “Kita tetap larang. Hancur UMKM kita kalau dibiarkan,” ujarnya dalam sebuah konferensi di Jakarta. Budi menekankan bahwa ruang digital seharusnya memberikan keuntungan bagi pelaku usaha lokal, bukan sebaliknya. Ia berpendapat, jika Temu diizinkan beroperasi, masyarakat akan merugi karena konsumen lebih memilih produk impor yang lebih murah.
Penolakan Aplikasi Temu dari Kementerian Komunikasi dan Informatika
Baca Juga : TRIGRS: Aplikasi Inovatif BRIN untuk Prediksi Longsor Berdasarkan Curah Hujan
Temu menggunakan metode penjualan Factory to Consumer, yang memungkinkan produk dijual langsung dari pabrik ke konsumen. Metode ini dipandang berbahaya bagi UMKM dan lapangan pekerjaan di Indonesia, karena bisa menggeser produk lokal. Saat ini, Temu telah hadir di 58 negara, dan penetrasi ini bisa memberikan dampak serius bagi pelaku usaha lokal di Indonesia.
Penolakan dari Kementerian Koperasi dan UKM
Kementerian Koperasi dan UKM juga menolak kehadiran Temu. Staf khusus KemenKopUKM, Fiki Satari, mengungkapkan bahwa aplikasi seperti Temu harus mematuhi regulasi yang berlaku di Indonesia. Ia merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2002 dan Permendag Nomor 31 Tahun 2023, yang mengatur tentang perdagangan lintas batas. Menurutnya, jika Temu diizinkan beroperasi tanpa pengawasan yang ketat, maka pasar domestik akan dikuasai oleh produk impor, yang dapat mengancam kelangsungan UMKM dan berpotensi menyebabkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal di sektor industri.
Data dari Kementerian Koperasi dan UKM menunjukkan bahwa potensi ekonomi digital untuk UMKM di Indonesia diperkirakan mencapai Rp 4.531 triliun pada tahun 2030. Namun, jika aplikasi seperti Temu dibiarkan beroperasi, angka ini bisa menurun drastis. Oleh karena itu, UMKM tidak akan mampu bersaing dengan harga murah dari produk impor.
Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS). Ia mengingatkan bahwa kehadiran Temu dapat mengancam eksistensi UMKM lokal. Ia menilai Indonesia hanya akan dijadikan pasar bagi barang-barang impor, dan dalam skenario terburuk, banyak pelaku UMKM yang terpaksa gulung tikar, yang akan berujung pada PHK massal di sektor manufaktur.
Dalam konteks ini, pemerintah dan pemangku kepentingan diharapkan untuk melindungi UMKM, agar ekosistem usaha lokal tetap terjaga dan dapat berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Simak Juga : Aplikasi Temu Dianggap Berbahaya, Menkominfo: Kita Tidak Akan Memberikan Izin