Bpr muliatama – Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menekankan bahwa pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto perlu prioritas pemerataan akses pendidikan di Indonesia. Menurut Ubaid, sebelum membahas kualitas pendidikan, akses menjadi poin yang paling utama.
Prioritas Akses Pendidikan Sektor Swasta
Ubaid mengungkapkan bahwa tingginya biaya pendidikan di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh dominasi sektor swasta. Hal ini terlihat dari perbandingan jumlah sekolah negeri dan swasta di jenjang pendidikan menengah atas. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah sekolah menengah atas (SMA) negeri hanya sedikit lebih banyak dibandingkan SMA swasta, yaitu 7.049 untuk negeri dan 7.396 untuk swasta. Sementara itu, di jenjang perguruan tinggi, jumlah perguruan tinggi swasta mencapai 2.982, sedangkan perguruan tinggi negeri hanya berjumlah 125. Ubaid menilai, kondisi ini menunjukkan bahwa negara semakin absen dalam menyediakan akses pendidikan yang layak seiring dengan meningkatnya jenjang pendidikan.
Baca Juga : Kementerian Pendidikan Tingkatkan Kesejahteraan Dosen Melalui Peraturan Baru
Di jenjang SMA, situasi semakin memprihatinkan dengan angka putus sekolah yang meningkat. Berdasarkan data BPS 2023, sekitar 21,61 persen anak tidak bersekolah di jenjang SMA, dibandingkan dengan 6,93 persen di SMP dan hanya 0,67 persen di SD. Hal ini menjadi alarm bagi pemerintahan mendatang agar lebih serius dalam menangani isu pendidikan.
Pentingnya Peta Jalan Pendidikan
Ubaid menekankan pentingnya penyusunan peta jalan pendidikan untuk lima tahun ke depan. Peta jalan ini diharapkan dapat memberikan arah yang jelas bagi kebijakan pendidikan pemerintah. Melalui peta jalan, pemerintah bisa menetapkan skala prioritas dan milestone yang jelas untuk setiap tahun, sehingga pencapaian dalam sektor pendidikan dapat terukur dengan baik. “Dengan adanya milestone, kita bisa tahu apa saja yang harus dicapai setiap tahun. Mulai dari tahun pertama hingga tahun kelima,” ujarnya.
Dalam konteks ini, laporan Majalah TEMPO edisi 28 Juli 2024 mencatat adanya komersialisasi pendidikan yang semakin marak pada masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Meskipun demikian, pihak Kemendikbudristek, melalui Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen, Aditomo, menolak anggapan tersebut. Aditomo menegaskan bahwa postur anggaran pendidikan sudah berpihak kepada masyarakat, terutama kepada mereka yang berasal dari kalangan miskin.
Melihat data dan analisis tersebut, penting bagi pemerintahan Prabowo untuk mempertimbangkan solusi konkret dalam mengatasi masalah akses pendidikan. Tanpa langkah yang tepat, kesenjangan dalam pendidikan di Indonesia hanya akan semakin melebar, dan generasi mendatang akan menghadapi tantangan yang lebih besar dalam mengakses pendidikan yang berkualitas.
Simak Juga : Video Call di WhatsApp Makin Seru dengan Filter Background Baru