Penjelasan KPK Terkait Dugaan Pungli dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis

Bpr muliatama – Penjelasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa hingga saat ini, mereka belum melakukan penyelidikan terkait dugaan pungutan liar dalam program pendidikan dokter spesialis (PPDS). Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa laporan mengenai masalah ini belum diterima oleh KPK.

“Kami belum bergerak ke tahap penyidikan. Mungkin laporan tersebut masih berada di Direktorat Penerimaan Layanan Pengaduan Masyarakat (PLPM). Umumnya, saat informasi masuk, kami meminta agar dilengkapi terlebih dahulu.” Ungkap Asep Guntur di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, pada Selasa, 8 Oktober 2024.

Kriteria Penanganan Perkara KPK

Asep menegaskan bahwa tidak adanya unsur gratifikasi atau suap dalam kasus PPDS menjadi salah satu pertimbangan mengapa laporan tersebut belum naik ke tingkat penyidikan. Dia menjelaskan bahwa sesuai dengan Pasal 11 Undang-Undang KPK Nomor 19 Tahun 2019. Hal ini terdapat kriteria tertentu untuk menangani perkara, seperti melibatkan penyelenggara negara. Serta aparat penegak hukum, dan kerugian negara minimal Rp 1 miliar.

Baca Juga : Prioritas Akses Pendidikan: Langkah Awal untuk Reformasi di Era Prabowo

“Kami perlu mencocokkan kasus ini dengan kriteria tersebut. Ini bukan untuk membatasi, tetapi agar tidak terlalu banyak kasus yang dibebankan kepada KPK dan bisa dibagi dengan aparat penegak hukum lainnya,” imbuhnya.

Oleh karena itu, Asep menyarankan agar kasus PPDS ini dapat ditangani oleh kepolisian atau kejaksaan, karena KPK tidak menjadi satu-satunya lembaga yang menangani kasus korupsi. Dia juga mencurigai bahwa kasus ini mungkin sudah ditangani oleh aparat penegak hukum lainnya. “Kami yang jelas, di Direktorat Penyidikan, belum ada perkara itu,” ungkapnya.

Penjelasan KPK Terhadap Dugaan Pungli Terhadap Aulia Risma

Asep juga menegaskan bahwa KPK memiliki prioritas dalam menangani perkara. Misalnya, jika ada dua kasus dengan kerugian negara masing-masing Rp 1 miliar dan Rp 1 triliun. Maka KPK akan lebih fokus pada kasus yang lebih besar terlebih dahulu.

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan adanya dugaan pungutan liar yang dilakukan oleh senior kepada mahasiswi PPDS anestesi Universitas Diponegoro, Aulia Risma, yang ditemukan tewas. Juru Bicara Kemenkes, Mohammad Syahril, menyatakan bahwa permintaan uang di luar biaya pendidikan resmi berkisar antara Rp 20 juta hingga Rp 40 juta per bulan, dan berlangsung sejak Aulia masih di semester pertama.

Aulia ditunjuk sebagai bendahara angkatan dan bertanggung jawab menerima pungutan dari teman seangkatannya, kemudian menyalurkan uang tersebut untuk kebutuhan nonakademik senior. Pungutan ini diduga memberikan tekanan berat kepada Aulia dan keluarganya.

Syahril juga menegaskan bahwa bukti dan kesaksian terkait dugaan pungli tersebut telah diserahkan kepada pihak kepolisian untuk diproses lebih lanjut. Kemenkes, bersama kepolisian, saat ini masih menyelidiki dugaan bullying yang berkaitan dengan kematian Aulia Risma. Polda Jawa Tengah juga telah melakukan investigasi terkait temuan dugaan perundungan di PPDS Universitas Diponegoro. Serta lebih dari sepuluh saksi telah dimintai keterangan

Simak Juga : Discord Diblokir oleh Pemerintah Rusia: Alasan di Balik Kebijakan Tersebut