Bpr muliatama – Tim peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah mengembangkan aplikasi bernama TRIGRS (Transient Rainfall Infiltration and Grid-Based Regional Slope-Stability) yang berfungsi untuk memprediksi potensi longsor di suatu daerah. Aplikasi ini bertujuan untuk menghitung kestabilan lereng secara spasial dan temporal yang dipicu oleh curah hujan.
Kolaborasi Penelitian di BRIN
Kolaborasi ini melibatkan beberapa pusat riset di BRIN, yakni Pusat Riset Kebencanaan Geologi, Pusat Riset Geoinformatika, dan Pusat Riset Sains Data dan Informasi. Menurut Peneliti Ahli Muda, Khori Sugianti, data yang diperlukan untuk analisis meliputi kondisi topografi, sifat keteknikan tanah, dan data hidrologi atau curah hujan. Data topografi dapat diperoleh dari Digital Elevation Model Nasional (DEMNas) maupun dari US Geological Survey (USGS). “Untuk mendapatkan data tentang keteknikan tanah, kami harus melakukan pengambilan sampel tanah di lapangan dan melakukan uji laboratorium,” jelasnya dalam sebuah acara bincang daring bertajuk TRIGRSmap pada 30 September 2024.
Baca Juga : TikTok Music Akan Berhenti di Indonesia pada November 2024
Pengenalan TRIGRS kepada Pemerintah Daerah
Proses pengambilan data meliputi uji infiltrasi air di lapangan, pengukuran permukaan air tanah di sekitar lereng, dan pengumpulan data curah hujan. Khori menjelaskan bahwa proses ini memerlukan waktu yang cukup lama, mulai dari menentukan lokasi pengambilan sampel hingga analisis laboratorium. “Untuk memeriksa satu sampel, dibutuhkan waktu sekitar dua hingga tiga hari. Jika ada sepuluh sampel, proses ini akan memakan waktu lebih lama,” ungkapnya.
Pada akhir Agustus lalu, BRIN memperkenalkan aplikasi TRIGRSmap kepada pemerintah daerah Kabupaten Bandung Barat melalui sebuah pertemuan di Lembang. Tim peneliti telah melakukan penelitian di daerah Lembang dan sekitarnya. Hasil pemodelan TRIGRS menunjukkan bahwa peningkatan intensitas curah hujan dapat berdampak pada kestabilan lereng. “Hasil riset menghasilkan peta kerentanan yang telah dimodelkan berdasarkan data curah hujan, dan peta ini telah diserahkan kepada pemerintah daerah,” tambah Khori.
Model TRIGRS dinilai cukup efektif dalam memprediksi kestabilan lereng akibat hujan secara spasial di area rawan longsor. Data inventaris kejadian longsor juga menjadi faktor penting yang memengaruhi keberhasilan validasi model ini. Namun, Khori menegaskan bahwa BRIN tidak memiliki kewenangan untuk membuat peta kerentanan tanah longsor. Tanggung jawab tersebut berada di bawah Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). “Kami hanya fokus pada riset dan tidak terlibat dalam kebijakan,” tuturnya.
Dengan pengembangan riset ini, diharapkan TRIGRS dapat menjadi alat bantu yang efektif dalam mitigasi bencana longsor di Indonesia. Informasi yang berguna bagi pihak-pihak terkait dalam mengambil langkah pencegahan.
Simak Juga : WhatsApp Channel: 5 Tips Praktis untuk Update Tanpa Ribet